“Affectus,
qui passio est, desinit esse passio simulatque eius claram et distinctam
formamus ideam.” Emosi yang sedang menderita, tidak akan lagi menderita setelah
kita membuat gambaran yang jelas dan benar dari penderitaan tersebut.
Jika hidup
benar-benar memiliki makna, maka harus ada makna didalam penderitaan. Karena
penderitaan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, meskipun
penderitaan itu merupakan nasib dan dalam bentuk kematian. Tanpa penderitaan
dan kematian, hidup manusia tak sempurna.
Dalam
hidup kita selalu ingin “Sukses dan Bahagia”, kadang kita salah, karena kita
berfikir bahwa untuk itu kita perlu memperbaiki kekuranngan-kekurangan kita.
Padahal menurut Martin Seligmant Directur APA (American Psychology Association,
yang beranggotakan lebih dari 160.000 orang) dalam bukunya Authentic Happiness
mengatakan; “Untuk sukses dan bahagia, kita lebih baik mengoptimalkan apa yang
kita miliki, bukan memperbaiki apa yang kurang pada diri kita.” (Apa ini
Benar?)
Perasaan
Positif yang tumbuh dari penumbuhkembangan kekuatan dan kebajikan, alih-alih
memalui jalan pintas adalah perasaan positif yang authentic (baca = benar).
Perasaan Positif membuat orang mendekati itu, Persasaan Negative menghindari
sesuatu itu.
Perasaan
adalah keadaan (kejadian semenatara), yang bukan sebuah Kepribadian. Kalau
Kepribadian (baca = watak), karakteristik negative/positif yang terus muncul
pada berbagai keadaan, situasi. Sebagai contoh; Ada watak optimis dan pesimis
(Gelas Setengah Penuh atau Setengah Kosong).
Hidup yang
baik adalah menggunakan kekuatan khas Kita setiap hari untuk menghasilkan
kebahagiaan yang authentic dan gratifikasi berlimpah. Gratifikasi adalah
Keadaan menyenangkan yang mengikuti pencapaian hasrat. Ini beda dengan Kepuasan
sebuah keadaan menyenangkan yang diperoleh setelah suatu motif terpenuhi.
Kebahagiaan
adalah ‘Rasa Puas’ yang disebabkan oleh Hidup yang Baik yang ditambatkan
(dikaitkan, dicantolkan) untuk Pemenuhan Makna.
Makna
adalah pengenalan tempat-tempat segala sesuatu didalam suatu system. Pengenalan
seperti itu terjadi jika relasi sesuatu yang lain dalam system tersebut menjadi
terjelaskan atau terpahamkan.
Tetapi
Kita Mesti ingat: Jangan mencari sukses –semakin keras kamu berupaya dan
menjadikan sukses sebagai target, semakin sulit kamu meraihnya. Kerena sukses,
seperti juga kebahagiaan, tidak dapat dikejar; dia harus terjadi, dan itu hanya
bisa diraih sebagai efek samping dari dedikasi pribadi seseorang terhadap upaya
yang lebih bermakna, sebagai produk samping dari penyerahan seseorang kepada
orang lain diluar dirinya sendiri. Kebahagiaan akan didapat, begitu juga
keberhasilan; kamu harus membiarkan datangnya tanpa memedulikannya.
Meskipun
jumlahnya sedikit, orang-orang itu (yang mampu bertahan di kamp Nazi atau
dibawah tekanan yang sangat-sangat tinggi, dengan moralitas yang “cukup”) menjadi
bukti yang cukup, bahwa apapun bisa dirampas dari manusia kecuali satu;
kebebasan terakhir seorang manusia –kebebasan untuk menentukan sikap hidup
dalam setiap keadaan, kebebasan untuk memilih jalannya sendiri.
Kita
Memang Diberi Kebebasan untuk Memilih, Kecuali Memilih Akibat dari Pilihan
Kita. Bayangkan sebuah “Papan Catur”. Mantri dengan semua potensi yang
dimilikinya, tidak akan bisa berbuat apa-apa bila “Pion Kecil” didepannya tidak
bergerak, dan setelah berjalannya waktu (seperti alam-ini: miniaturnya adalah
Papan Catur), maka benarlah ucapan Filsuf Prancis J.P. Sartre (sayang dia
atheis); SATU LANGKAH KITA, APAPUN KITA ITU, mau mantri, gajah, pion kecil,
kuda atau yang lainnya, KONSEKUENSI/AKIBATNYA merubah seluruh TATANAN
KONFIGURASI POTENSI ALAM INI. Sesungguhnya Dalam penciptaan Alam ini, dibuat
bukan dengan SENDAU-GURAU dan SIA-SIA. Kita akan dimintai PERTANGGUNG-JAWABAN.
Pertanggungjawaban dari kata Responsibility, Response dan Ability = Kemampuan
Merespon Kejadian, apapun yang kita lakukan.
Kata Latin
finis memiliki dua arti; yaitu akhir atau selesai, dan sebuah tujuan
untuk diraih. Seseorang yang tidak bisa melihat (DARI MANA DIA BERADA, UNTUK
APA DIA ADA, DAN KEMANA TUJUAN AKHIRNYA) akhir “kehidupan sementara”-nya, tidak
akan bisa meraih sasaran tertinggi dalam hidupnya. Dia tidak lagi hidup untuk
masa depan, berbeda dengan kehidupan manusia normal. Spinosa dalam bukunya
“Ethics” mengatakan; “Affectus, qui passio est, desinit esse passio
simulatque eius claram et distinctam formamus ideam.” Emosi yang sedang
menderita, tidak akan lagi menderita setelah kita membuat gambaran yang jelas
dan benar dari penderitaan tersebut.
Setiap
situasi ditandai oleh sifatnya yang unik, dan hanya ada satu jawaban untuk
setiap permasalahan yang dihadapi. Ada banyak penderitaan yang harus kita jalani. Karenanya,
kita perlu menghadapi seluruh penderitaan kita, dan berusaha menekan perasaan
lemah dan takut. Tetapi, kita juga tidak perlu malu untuk menangis, karena
airmata merupakan saksi dari keberanian manusia yang paling besar, keberanian
untuk menderita.
Dia tahu
“mengapa” ia hidup, akan mampu menghadapi yang “bagaimana” pun. Kata Nietzsche;
“was mich nicht umbringt, macht mich staeker” (segala sesuatu
yang tidak membunuh saya, membuat saya jadi lebih kuat)”. Ada kata-kata lain; Was
du erlebst, kann keine Macht der Welt dir rauben (Tidak ada satu
kekuatan pun dibumi ini yang bisa merampas darimu pengalaman hidup yang sudah
kamu jalani). Tidak hanya pengalaman, tetapi juga semua perbuatan kita, gagasan
hebat yang mungkin pernah kita pikirkan dan semua penderitaan kita; semua itu
tak akan hilang, meskipun sudah berlalu, semuanya bisa dihidupkan kembali,
barangkali kehidupan yang paling nyata.
Apabila
kita menggunakan konsep Menurut logoterapi, maka ada 3 cara yang bisa ditempuh
manusia untuk menemukan makna hidup; 1) Melalui Pekerjaan atau Perbuatan
[disini dilakukan dengan berusaha mendapat keberhasilan dan sukses. Tetapi bukan
sukses dengan penyakit, tetapi sukses seperti diartiakan diatas, succes yang
authentic. Makanya jangan heran, banyak manusia akan menderita, jika mereka
tanpa aktifitas keseharian walau secara financial cukup. Kerja adalah pemenuhan
makna hidup, bukan hanya mencari penghasilan, uang]. 2) Dengan mengalami
sesuatu atau melalui seseorang [ini dilakukan dengan cinta]. Sebab tak ada
orang yang bisa sepenuhnya menyadari esensi manusia lain tanpa cinta. Dengan
cinta kita tahu kelebihan, kekurangan, bahkan merupaya mewujudkan atau
menunjukkan potensi yang seharusnya dicapai oleh orang tersebut dan kita siap
untuk membantunya. 3) Melalui cara kita menyikapi penderitaan yang tak dapat
dihindarkan [dalam penderitaan setiap manusia menjadi saksi untuk potensi unik
manusia. Dimana manusia ternyata bisa mengubah tragedy menjadi kemenangan,
mengubah kemalangan menjadi keberhasilan. Saat kita tak bisa mengubah situasi
(misalnya penyakit mematikan, kanker, HIV dan lain-lain) kita ditantang untuk
mengubah diri kita sendiri. Banyangka conroh-contoh orang yang mengidap sakit
parah Muhammad Ali (Parkinson’s bisa bermakna hidupnya), kehilangan kaki dan
contoh menarik sebenarnya perlu dilihat dalam kejadian Tsunami di Aceh].
Martin
E.P. Seligman, “Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to
Realize Your Potential for Lasting fulfillment, Free Press, New York, 2002
Frankl,
Viktor, E, “Man Search For Meaning”, Revised and Updated. Washinton Square
Press, Cet-21, 1985