“BOLEH saja Manchester City belanja sampai 200 juta pounds sekalipun, tapi mereka tak bisa seperti Manchester United. Uang hanya bisa mengumpulkan para pemain hebat dan membuat nama klub naik dari sisi popularitas. Soal prestasi?, kemungkinan berhasilnya hanya 10 persen. Sistem regenerasi yang teratur tetap menjadi kunci,”.
David Bekcham, di Telegraph, Selasa (21/7).
KOMENTAR yang terucap dari mulut David Beckham bukan sekedar psywar bagi rival Manchester United saat menghadapi Premiership musim 2011/2012. Meski berada di Los Angeles, Becks paham, tren jor-joran pembelian pemain dengan harga tinggi, bahkan kadang irrasional, lebih disebabkan banyaknya pemodal baru yang secara instan menginginkan prestasi. Cara paling mudah tentu saja menggelontorkan uang dalam jumlah tak terbatas, mendatangkan barisan pemain terkenal, tak peduli dengan apakah mereka nantinya bisa memberikan permainan indah yang berujung prestasi.
Fenomena sepakbola Eropa saat ini memang cukup unik. Di saat sebagian besar klub raksasa harus terbelit hutang triliunan rupiah, satu-satunya jalan keluar adalah menerima investor baru, yang kadangkala mendapat protes dari kelompok suporter. Itulah jalan instan bin pintas yang menjadi kebijakan klub-klub benua Biru untuk menjaga eksistensi mereka di jagad sepakbola, plus berharap bisa menaikkan popularitas yang tentunya berimbas pada sisi finansial, terutama merchandise dan tiket pertandingan.
Saat ini, gimmick paling dahsyat adalah magnet para pengusaha dan perusahaan yang berasal dari kawasan Timur Tengah. Jazirah Arab dengan kekayaan minyak yang seolah tak kunjung habis memang menghasilkan uang yang juga tak terbatas. Barisan Sheikh, sebutan para investor dari kawasan Arab tersebut, kini mulai menginvestasikan dana mereka ke level sepakbola Eropa.
Hebatnya, tak hanya klub raksasa saja yang menjadi incaran mereka, tetapi juga tim-tim semenjana yang sebelumnya sama sekali tak punya prospek. “Saya menjual klub ini ke mereka karena saya tak punya dana cukup untuk mengatrol prestasi klub yang mensyaratkan kedatangan para pemain baru. Mereka bisa menjanjikan itu padaku, jadi saya harus melepas hak kepemilikan agar fans senang dengan gairah musim depan,” ujar Fernando Sanz, mantan penguasa Malaga, yang kini harus merelakan saham mayoritas berpindah ke Sheikh Abdullah Al Thani.
Langkah Sanz memang terbukti jitu, paling tidak untuk mengangkat nama Malaga yang sebelumnya menjadi tim medioker, kini mendadak jadi tim unggulan untuk menerobos dominasi Barcelona dan Real Madrid. Lihat saja, di bawah naungan Direktu Bank Doha tersebut, mereka berhasil mendatangkan Martín Demichelis, Ruud van Nistelrooy, Nacho Monreal, Joris Mathijsen, Jérémy Toulalan, Sergio Sánchez, Joaquín Sánchez, Xavi Torres, Javi López, Jordi Pablo, Dani Toribio, David González, Edu Ramos, Diego Buonanotte, Edinho, Isco dan terakhir, Santi Cazorla. Walhasil, armada Manuel Pellegrini baru merasakan sekali kekalahan, setelah tujuh partai di pra musim berujung pada kemenangan tim yang bermarkas di Estadio La Rosaleda tersebut.
Kedatangan para Sheikh tersebut awalnya dipelopori Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan. Deputi Perdana Menteri Uni Emirat Arab tersebut mengakuisisi Manchester City dengan 750 juta pounds. Setelah itu, ia sudah menyiapkan dana investasi pemain dan renovasi stadion sebesar 1 miliar pounds, yang hingga saat ini sudah terpakai untuk belanja pemain saja tak kurang dari 400 juta pounds atau lebih dari Rp 5,2 triliun!
Kekayaan Sheikh yang satu ini memang tak perlu diragukan lagi. Dia membeli Virgin Galactic sebesar 280 juta pounds, punya saham di Daimler sebanyak 9,1 persen yang bernilai 2,7 miliar dolar AS atau lebih dari Rp 22,9 triliun di bulan Maret 2009. Tak pelak, bagi sebagian pemerhati sepakbola, kekuatan finansial The Citizens menjadi yang terkuat saat ini.
Tim lain yang tertolong unit usaha Sheikh adalah Getafe. Tim sekota Real Madrid ini baru saja dikuasai Royal Emirates Group of Companies, yang berstatus perusahaan terbesar di Uni Emirat Arab. Mereka membeli Getafe hanya 90 juta euro atau sekitar Rp 1,08 triliun. Sang bos, Sheikh Butti bin Suhail Al Maktoum, sudah menyiapkan dana belanja sekaligus investasi 130 juta dolar AS atau lebih dari Rp 1,105 triliun untuk tahun 2011.
Selain ada juga yang sudah konstan, Mohamed Al-Fayed. Pria berusia 82 tahun ini memiliki kekayaan lebih dari 1,2 miliar dolar AS atau lebih dari Rp 10,2 triliun, yang menjadikannya berada di urutan 993 daftar orang terkaya sejagad versi Forbes pada tahun 2010. Ia berhasil membuat Fulham menjadi kekuatan baru di Premiership.
Kejutan paling anyar tentu saja apa yang dilakukan Paris St Germain. Pengelola klub yang bermarkas di Parc de Princess tersebut merelakan hak kepemilikan klub ke Qatar Investment Authority. Perusahaan yang dimiliki Sheik Hamad bin Jassem bin Jabr Al Thani ini memiliki aset luar biasa, yakni 62 miliar dolar AS atau lebih dari Rp 527 triliun.
Kekayaan itu pula yang membuat PSG dengan santainya mengeluarkan uang 49,5 juta euro atau sekitar Rp 594 miliar untuk tujuh pemain. Angka itu belum termasuk 43 juta euro atawa Rp 516 miliar saat menggaet Javier Pastore dari Udinese. Beberapa pemain anyar yang didatangkan PSG antara lain Jeremy Menez, Mohamed Sissoko, Salvatore Sirigu, Blaise Matuidi dan striker timnas Prancis, Kevin Gameiro. Itu belum termasuk para pemain berharga ‘recehan’ seperti Nicolas Douchez, Loïck Landre, Jean-Christophe Bahebeck dan Milan Bisevac. Jika ditotal secara keseluruhan dalam aktifitas belanja, PSG sudah mengeluarkan duit 91,5 juta euro atau lebih dari Rp 1,09 triliun!.
“Kami memiliki dana yang cukup untuk membuat skuad terbaik. Saya pikir kami bukan seperti Manchester City, karena arah perkembangan kami jauh berbeda. Kami masih mengandalkan pemain lokal dan sistem regenerasi yang jelas. Investor sudah memberikan kesempatan besar, dan manajemen harus memanfaatkan itu untuk prestasi, bukan sekedar prestise,” tegas Leonardo, Direktur Sepakbola PSG, di L’Equipe.
Terakhir, dan ini cukup unik, dilakukan Hasan Ismaik. Pengusaha asal Yordania ini membeli saham TSV 1860 Muenchen dengan nilai total 18 jute euro. Pasalnya, klub ini masih berada di Bundesliga 2. “Saya sudah siap dengan dana 200 juta euro (Rp 2,5 triliun). Saya yakin tim ini akan berada di Bundesliga musim depan, dan saat itulah mereka akan menjadi tim super seperti Bayern Muenchen,” sebut Ismaik, di Kicker.de.
Prestasi No, Prestise Yes
POLA para Sheikh dalam menghamburkan uang mereka di beberapa klub sepakbola Eropa memang kadang terkesan miris mengingat di negara mereka sendiri, masih ada rakyat yang harus menderita karena kemiskinan. Ataupun di kawasan Asia, yang menjadi induk benua mereka hidup, masih bejibun klub sepakbola, juga masyarakat miskin yang wajib ditolong.
Namun itulah sifat sebagian besar para pemegang uang. Anugerah emas cair alias minyak menjadikan mereka punya banyak hal yang bisa dilakukan. Setelah properti dan koleksi mobil mewah, olahraga menjadi sasaran berikutnya. Sepakbola, sebagai olahraga paling populer sejagad, menjadi incaran mayoritas para Sheikh tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Nyatanya, mereka hanya membeli dan menggelontorkan dana, serta nyaris tak menyentuh sisi komersiil. Bagi mereka uang bukan hal sulit, karenanya lebih mengarah pada prestise, sementara prestasi klub yang dibeli mereka tak terlalu diperhatikan. Mereka hanya mendelegasikan pada orang-orang lokal untuk melaksanakan assesment yang disepakati sebelumnya.
Walhasil, sistem yang berbeda dibanding dengan pengusaha Amerika Serikat dan Eropa, membuat prestasi klub para Sheikh tersebut terbilang biasa saja. Tengok saja, pemilik Manchester City, Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan menyebut, prestasi anak buah Roberto Mancini tidak terlalu mendapat perhatian. Baginya, hal terpenting adalah kesenangan dan kenikmatan saat memiliki klub sepakbola.
“Saya pikir hal terbaik saat ini adalah membuat Manchester City menjadi tim yang laku dijual dan mendapat nama. Tentang prestasi, biarlah mereka yang tahu sendiri. Saya sudah senang bisa memiliki klub ternama di Premiership,” komentar Sheikh Mansour.
Pandangan berbeda keluar dari Sheikh Abdullah Al Thani. Pemilik anyar Malaga dengan kekayaan mencapai 10 miliar dolar AS atawa Rp 85 triliun ini tetap ingin klub anyarnya berprestasi, meski prestise tetap ada dalam dirinya. “Tak bisa dipungkiri, prestise tersendiri bisa memiliki klub sepakbola di Eropa. Di sisi lain, saya yakin Malaga akan berprestasi bagus, imbasnya tentu saja ke prestise,” ujarnya.
Menurut Forbes, yang bekerja sama dengan lembaga riset keuangan Deloitte, sangat sedikit orang yang berpikiran seperti Sheikh Abdullah Al Thani. Sebagian besar dari mereka tetap saja mengagungkan prestise, mendapat kehormatan khusus saat datang ke stadion, dihormati di negeri orang, dan memiliki sebuah permainan baru untuk menggelontorkan uang hasil penjualan emas cair tersebut. Jadi, di akhir musim depan, jangan berharap klub-klub yang dimiliki para Sheikh itu berstatus jawara di liga masing-masing.
Nama klub:
Manchester City:
Pemilik: Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan
Nilai Investasi: 1 miliar pounds
Kekayaan keluarga: 1 triliun dolar AS
Getafe:
Pemilik: Sheikh Butti bin Suhail Al Maktoum
Nilai Investasi: 130 juta dolar AS
Kekayaan: 15 miliar dolar AS
Malaga;
Pemilik: Sheikh Abdullah Al Thani
Nilai Investasi: 500 juta pounds
Kekayaan: 2,4 miliar dolar AS
Paris St Germain:
Pemilik: Qatar Investment Authority
Nilai Investasi: 100 juta euro
Kekayaan: 60 miliar dolar AS
Fulham:
Pemilik: Mohamed Al-Fayed
Nilai Investasi: 150 juta pounds
Kekayaan: 1,2 miliar dolar AS
TSV 1860 Muenchen:
Pemilik: Hasan Ismaik.
Nilai Investasi: 200 juta euro
Kekayaan: 5 miliar dolar AS.